Keanekaragaman budaya di Kota Yogyakarta menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan. Salah satu tradisi yang masih dilestarikan hingga saat ini, bahkan menjadi salah satu atraksi di beberapa kampung wisata adalah permainan tradisional.
Permainan tradisional ini dilakukan oleh anak-anak tempo dulu dengan aturan-aturan tertentu serta cara sederhana dengan properti seadanya di alam sekitar. Salah satu permainan tradisional tersebut adalah Engklek.
Permainan Engklek sesuai dengan namanya dalam bahasa jawa yakni dilakukan dengan melompat menggunakan satu kaki dan kaki satu lagi dilipat ke atas (engklek). Di beberapa tempat di Yogyakarta tidak hanya dikenal dengan sebutan Engklek, tetapi juga dengan nama Sudamanda.
Asal nama Sudamanda konon karena diperkenalkan pertama kali oleh bangsa Belanda saat di Indonesia. Permainan yang sebenarnya berasal dari daratan Eropa ini bernama asli "zondag-maandag" yang akhirnya disebut Sudamanda oleh pribumi. Permainan ini juga mirip dengan yang dimainkan oleh bangsa Inggris, dengan nama berbeda yakni hopscotch.
Khususnya di Jawa, permainan ini biasanya dimainkan oleh anak-anak perempuan. Peserta permainan ini melompat menggunakan satu kaki disetiap petak-petak yang telah digambar sebelumnya di tanah. Untuk dapat bermain, setiap anak harus berbekal gaco (benda untuk dilempar) yang biasanya berupa sebuah pecahan genting.
Semua pemain melakukan hompimpa, pemenang hompimpa dan suit mendapatkan giliran pertama Pecahan genting yang juga disebut kreweng ditempatkan di salah satu petak yang tergambar di tanah dengan cara dilempar. Pemain pertama yang melemparkan gaco tidak boleh melebihi petak yang telah disediakan. Jika gaco melebihi kotak, maka pemain dinyatakan gugur.
Petak yang ada gaconya tidak boleh diinjak / ditempati oleh setiap pemain sehingga para pemain harus melompat ke petak berikutnya dengan satu kaki mengelilingi petak-petak yang ada. Pemain yang telah menyelesaikan satu putaran terlebih dahulu, berhak memilih sebuah petak untuk dijadikan "sawah" mereka, yang artinya di petak tersebut pemain yang bersangkutan dapat menginjak petak itu dengan kedua kaki, sementara pemain lain tidak boleh menginjak petak itu selama permainan. Peserta yang memiliki kotak paling banyak adalah yang akan memenangkan permainan ini.
Permainan ini mulanya sering dimainkan oleh anak-anak dari keluarga Belanda. Kemudian anak-anak pribumi mulai menirukan permainan tersebut sehingga setelah merdeka permainan ini masih bertahan dan dimainkan di Indonesia. Engklek khususnya mudah dimainkan karena tidak membutuhkan alat-alat yang rumit dan mahal, yakni cukup membuat garis di tanah.
Sumber: kumparan