Pembukaan Pameran: Sabtu, 23 Juni 2018 | Pukul 19.30 WIB
Pameran berlangsung: 23 – 30 Juni 2018 | Jam buka 09.00 – 21.00 WIB
Pameran Instink menampilkan potret tingkah polah manusia dalam serangkaian upaya menyusun kuasa pun para korban sesama manusia. Kritik satire dimunculkan dalam serangkaian simbolisasi manusia, binatang, dan ekspresi-ekspresi personal sebagai ungkapan pembacaan fenomena. Dalam serangkaian karya, penulis mencatat praktik abstraksi sebagai mode penciptaan artistik, abstraksi dalam ranah menyusun gagasan, bukan dalam model perwujudan. Hal ini terkait gagasan Instink, menyoal pada aspek kesadaran dan ketidaksadaran yang musti disisir dalam kepekaan-kepekaan melihat realitas, intuisi dalam membentuk ketepatan pembacaan, dan sensibilitas yang menyeimbangkan sensasi-sensasi, yang hadir bertubi dalam keseharian saat ini.
Pameran ini akan berbicara tentang manusia tanpa membabi buta. Berjalan pada ikhtiar bahwa kita harus bebas dari segala kekhawatiran dan rasa berdosa dan senantiasa mencintai kehidupan. Yang dengan mencintainya, berartikan kita berani menanggung kenyataan bahwa definisi tentang manusia tak pernah tuntas, bukanlah sesuatu yang sudah selesai. Instink menyisipkan pesan bahwa manusia hanyalah jembatan belaka, antara binatang dan manusia yang sesunguhnya (manusia unggul). Kita akan senantiasa menghadapi segala bentuk ancaman dan bahaya yang datang tak menentu, tak pasti, terus menerus. Maka, manusia dapat memilih antara menjadi manusia unggul yang berani atau sebaliknya. Seperti binatang, manusia dikaruniai naluri lahiriah yang bertumpu pada nafsu. Ini yang seringkali disebut sifat kebinatangan manusia. Hanya pada rasio dan akal budi, manusia mampu membawa dan melampaui keterbatasan dirinya, melampaui kebinatangan. Jika apa yang banyak digambarkan para seniman ini tentang tingkah kebinatangan manusia, arogansi dan sikap-sikap memakan sesamanya, atas nama apapun demi kepentingan apapun, maka frasa yang tepat untuk membingkai serangkaian wacana artistik ‘instink’ ini adalah “Tuhan Telah Mati, dan Kita Semua Yang Telah Membunuhnya“. (Hendra Himawan)
Sumber : www.bentarabudaya.com